Artikel
Peran Perguruan Tinggi dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia
- Di Publikasikan Pada: 28 May 2025
- Oleh: Admin
- 0
Surabaya, 28 Mei 2025
Dalam rangka memperingati Milad Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (FH UM Surabaya), telah diselenggarakan Kuliah Umum dengan tema “Peran Perguruan Tinggi dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia”. Acara ini digelar sebagai bentuk komitmen akademik dalam mendukung gerakan nasional antikorupsi dan memperkuat budaya integritas di lingkungan pendidikan tinggi.
Acara dilaksanakan di Aula Gedung Attauhid Tower UM Surabaya pada pukul 09.00-12.00, dan dihadiri oleh sivitas akademika, mahasiswa, serta tamu undangan dari berbagai instansi. Kuliah umum ini menghadirkan tiga narasumber utama yang kompeten di bidangnya, yaitu:
Indira Anggraeni Zachriyan – Perwakilan dari Direktorat Jejaring Pendidikan (Jardik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI),
Dr. Umar Sholahudin, M.Sosio – Direktur CESDA Jatim,
Samsul Arifin, S.H., M.H. – (Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) UM Surabaya).
Acara dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Hukum UM Surabaya, Satria Unggul Wicaksana, S.H., M.H., yang dalam sambutannya menekankan bahwa Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat korupsi. Beliau menyatakan bahwa gelombang korupsi yang terjadi di berbagai sektor ibarat tsunami yang tidak dapat dihadapi hanya oleh satu lembaga seperti KPK. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi dan peran aktif dari seluruh elemen bangsa, termasuk perguruan tinggi. Kampus, sebagai tempat lahirnya intelektual dan pemimpin masa depan, harus menjadi garda terdepan dalam membangun budaya integritas dan melahirkan generasi yang memiliki kesadaran antikorupsi.
“KPK tidak bisa sendiri menghadapi tsunami korupsi di Indonesia. Kampus harus hadir bukan hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai agen perubahan yang mendorong transformasi budaya hukum dan integritas di masyarakat,” tegas Dekan FH UM Surabaya.
Dalam pemaparannya, Indira menekankan pentingnya pendidikan sebagai fondasi utama dalam membangun budaya antikorupsi. Menurutnya, perguruan tinggi bukan hanya bertugas mencetak lulusan dengan kompetensi akademik, tetapi juga berperan membentuk karakter yang menjunjung tinggi kejujuran dan tanggung jawab.
“Budaya antikorupsi harus dimulai dari dunia pendidikan, termasuk di perguruan tinggi. Membiasakan integritas adalah bagian dari amal sholeh. Mahasiswa dan dosen harus menjadi teladan dalam perilaku jujur dan transparan di lingkungan akademik,” ujarnya.
Indira juga menyinggung peran dosen sebagai agen perubahan dan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai antikorupsi ke dalam kurikulum serta kegiatan ekstrakurikuler.
Sebagai akademisi dan aktivis sosial, Dr. Umar menyampaikan pandangan yang tajam terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia. Ia menilai bahwa korupsi yang terjadi sudah berada pada taraf yang mengkhawatirkan dan memerlukan pendekatan hukum yang tidak biasa.
“Korupsi yang gila-gilaan membutuhkan penegak hukum yang juga gila. Kalau tidak, maka pemberantasan korupsi akan jalan di tempat. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan normatif. Perspektif hukum progresif harus diterapkan agar penegakan hukum mampu menjawab tantangan zaman,” paparnya.
Ia mendorong agar dunia akademik tidak hanya menjadi ruang teori, tetapi juga terlibat langsung dalam advokasi, edukasi, dan gerakan sosial yang nyata.
Dalam sesi terakhir, Samsul Arifin menyoroti pentingnya penguatan etika profesi hukum. Ia menyampaikan bahwa banyak pelanggaran etik dalam profesi hukum justru terjadi akibat minimnya penanaman nilai integritas sejak di bangku kuliah.
“Etika profesi bukan hanya diajarkan, tetapi juga diteladankan. Mahasiswa hukum harus mulai dibiasakan untuk bersikap jujur, objektif, dan kritis sejak dini. Kalau pendidikan hukum hanya sibuk mencetak penghafal pasal, maka jangan heran jika nanti banyak sarjana hukum justru terlibat dalam kasus hukum,” katanya.
Kuliah umum ini diharapkan menjadi momentum bagi Fakultas Hukum UM Surabaya untuk terus menguatkan komitmen dalam membentuk budaya akademik yang bersih dan berintegritas. Peringatan milad kali ini bukan sekadar seremonial, tetapi menjadi refleksi dan langkah awal menuju transformasi pendidikan hukum yang lebih kontekstual dan berdampak langsung pada pemberantasan korupsi di Indonesia.